GERAKAN
MAHASISWA KEBANGSAAN
BEM SE-BANTEN
Menuntut ilmu merupakan
keharusan bagi semua manusia. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu perangkat
hidup yang sangat krusial bagi pelaksanaan peran dan fungsi manusia. Di Indonesia,
proses transfer ilmu pengetahuan dan aktivitas pendidikan telah membangun
komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi yang menjadi arah
pembangunan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jauh kebelakang, pada
awal abad ke-16, kaum pribumi sebagai penduduk asli yang terikat dengan tanah
dan adat istiadat orang tuanya harus menerima kebijakan cultuur stelsel (sistem tanam paksa) dari pemerintah Hindia Belanda.
Kebijakan ini menyebabkan kondisi mayoritas pribumi menjadi bodoh, miskin,
tertinggal, dan tertindas. Sehingga, sebagian besar pribumi berada pada kelas
terbawah di dalam strata sosial masyarakat pada saat itu. Kelas ke dua
ditempati oleh kaum ningrat pribumi dan pendatang Asia Timur. Posisi tertinggi
dalam strata sosial tersebut ditempati oleh bangsa Eropa dan Belanda.
Kondisi ini lebih diperparah
oleh kebijakan politiek ethis (politik
balas budi yaitu dengan menyediakan infrastruktur pendidikan yang berbentuk
sekolah kepada kaum pribumi). Namun, biaya pendidikan yang dikenakan terlalu
mahal sehingga mayoritas pribumi tetap tidak mampu mengenyam pendidikan. Kondisi
tersebut terus berlangsung hingga tumbuhnya sikap keberpihakan dari beberapa
ningrat pribumi yang terdidik. Hal ini dibuktikan oleh adanya organisasi
pergerakan Boedi Oetomo yang terbentuk pada tanggal 20 Mei 1908 yang
diprakarsai oleh Dr. Soetomo dkk. Boedi Oetomo merupakan organisasi yang
memberikan pendidikan secara gratis kepada pribumi. Usaha ini telah memberi
pencerahan yang sangat berarti bagi kehidupan pribumi dimasa itu. Upaya
mencerdaskan kehidupan pribumi yang dilakukan melalui organisasi ini diteruskan
oleh Ki Hajar Dewantara dengan membangun infrastruktur pendidikan formal yaitu
sekolah Taman Siswa tepatnya pada tanggal 2 Mei 1920. Dengan kata lain,
dibangunnya Taman Siswa adalah merupakan bentuk penyempurnaan dari organisasi
pendidikan Budi Oetomo yang masih bersifat informal. Pada
era ini, pendidikan semakin terorganisir dan tersebar hingga keluar Pulau Jawa.
Implikasi pendidikan tersebut
kemudian menumbuhkan semangat persatuan dan kebangsaan kaum pribumi dan telah
menghasilkan Sumpah Pemuda yang melahirkan Bangsa Indonesia di dalam Kongres
Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928. Jiwa persatuan dan kebangsaan yang
semakin kuat menyebabkan semakin tingginya tuntutan Bangsa Indonesia untuk
merdeka. Pada akhirnya, Bangsaan Indonesia mampu memproklamirkan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945. Artinya, kemerdekaan Bangsa Indonesia dinyatakan
setelah menempuh waktu 17 tahun kurang 2 bulan 11 hari dari kelahirannya.
Sedangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk pada tanggal 18
Agustus 1945 atau sehari setelah Bangsa Indonesia merdeka.
Runtut perjalanan
sejarah pencerahan hingga terbentuknya NKRI membuktikan bahwa ilmu pengetahuan
dan pendidikan mampu membangun struktur kehidupan yang megah di dalam sejarah
kehidupan manusia. Pasang surut kehidupan berbangsa dan bernegara setelah NKRI
terbentuk hingga saat ini merupakan bahan yang harus dipelajari, dievaluasi,
dan disempurnakan secara terus menerus oleh setiap generasi. Berkembangnya
sejarah pendidikan Indonesia sampai saat ini telah menjadi tumpuan harapan bagi
kemajuan bangsa dimasa-masa yang akan datang. Oleh karena itu, institusi
pendidikan terutama perguruan tinggi sebagai masyarakat ilmiah dan institusi ilmiah
memiliki peran penting dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia
yang akan membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keberadaan Perguruan
Tinggi sebagai institusi pendidikan di
Provinsi Banten merupakan aset bangsa yang memiliki peranan penting dalam
mencetak dan mengembangkan SDM sebagai usaha dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hal ini memaknakan bahwa perguruan
tinggi,
menjadikan
Tridarma Perguruan Tinggi sebagai acuan dalam
mencetak
SDM, menempati posisi strategis di daerah dan di kancah nasional dalam mengembangkan
kualitas mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Tridharma Perguruan
Tinggi merupakan konvergenitas pengabdian civitas akademika baik secara
internal maupun eksternal sebagai output
dari suatu kontinuitas proses aktualisasi di
Perguruan Tinggi. Kontinuitas proses tersebut akan berkaitan erat dengan
sinergisitas antara proses pendidikan formal perkuliahan mahasiswa, penelitian
dan pengembangan dinamika aktivitas mahasiswa yang tertampung di dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat
serta proses penerapan ilmu pengetahuan terutama di lingkungan di mana perguruan tinggi tersebut dibangun
dan dikembangkan terhadap suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara secara
riil. Implementasi dari upaya ini akan menjadi masukan lanjutan bagaimana
sebaiknya merencanakan, mengembangkan, dan mengevaluasi material pendidikan
untuk meningkatkan kualitas SDM kedepan.
Sinergisitas tiga usaha
tersebut diatas merupakan konklusi dari suatu pandangan bahwa Tridharma Perguruan Tinggi
terjadi tidak hanya secara linier, tetapi juga berlangsung secara sirkular
dalam satu sistem. Oleh karena itu, kebutuhan terhadap perangkat model penjalanan
Tridharma Perguruan Tinggi
harus terus dikaji dan diaplikasikan dalam proses lingkungan kehidupan internal
dan eksternal Untirta.
Selain proses
pendidikan, terutama sekali upaya pengkajian dan penelitian untuk memajukan
ilmu pengetahuan dan mengembangkan temuan-temuan sebagai jawaban dalam
mengatasi problematika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam skala tertentu, selama ini baru dilakukan oleh
lembaga khusus perguruan tinggi yang melibatkan orang-orang tertentu. Proses
ini mengakibatkan progresifitas pengembangan ilmu pengetahuan menjadi lambat
karena potensi-potensi baru dari fenomena kegiatan yang tumbuh diberbagai site, khususnya ditingkatan mahasiswa
sangat sulit terjaring. Eskalasi perkembangan ilmu pengetahuan dapat
ditingkatkan jika infrastruktur mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai organisasi yang melakukan kajian,
pengembangan minat dan bakat juga difungsikan sebagai komponen lain yang
terlibat dalam proses penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, organisasi yang terbangun di
lingkungan internal maupun eksternal
perguruan
tinggi akan memiliki fungsi konstributif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dimasa-masa yang akan datang.
Dari dasar pemikiran
ini, BEM sebaiknya dioptimalkan
dalam proses penelitian fenomena kehidupan yang diminati dengan dasar ilmu
pengetahuan yang didapatkan melalui perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Sehingga,
sinergisitas penjalanan Tridharma
Perguruan Tinggi secara bertahap semakin dapat dijalankan. Proses ini akan
mempertajam kemampuan analisa dan kepekaan mahasiswa-terutama mereka yang
terlibat dalam BEM terhadap
suatu teori yang telah dan sedang berlangsung dalam suatu tatanan kehidupan
baik pada tingkatan lokal kampus, daerah, provinsi, maupun di tingkatan pusat.
Sehingga, minat (interest) mahasiswa
untuk terus menambah dan menggali ilmu pengetahuan tetap melekat dan
terfasilitasi di setiap BEM
yang terbentuk. Fenomena ini akan membuktikan bahwa keberadaan BEM merupakan model
perkembangan kehidupan yang proses pembangunannya lahir dari dinamika aktivitas
mahasiswa secara buttom-up.
1 komentar:
G.O.A.H.E.A.D GEMA KEBANGSAAN!
Posting Komentar