Kamis, 01 Maret 2012

Penggerak untuk Rakyat

“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”

Masihkahkah kita ingat penggalan kalimat Pembukaan (Preambule) UUD 45 diatas, ataukah sudah mulai melupakan amanat dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Bukankah disetiap upacara bendera selalu dibacakan preambule UUD 1945 dengan suara lantang, -meskipun di alinea selanjutnya mulai mengendur dan terdengar pelan- di barisan upacara bendera. Ya, itulah tujuan dibentuknya Negara Indonesia. Gradasi yang semakin signifikan dalam menjalankan amanat rakyat, hari ini semakin terlihat. Negara –mulai dari pusat hingga daerah- seharusnya mampu menjalankan mandat yang diberikan oleh bangsanya. Bukan sebaliknya, hanya memberikan kekerasan dan teror bagi bangsanya.

Bangsa Indonesia yang lahir melalui momentum Sumpah Pemuda 28 oktober 1928, merupakan suatu titik klimaks kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki bangsa ini. Komitmen yang mengantarkan mereka untuk menyatakan bertanah satu, berbangsa satu dan menjunjung bahasa persatuan Indonesia. Apalagi yang diragukan dari bulatnya komitmen yang dimufakati pemuda pada saat itu? Tidak ada alasan untuk kita yang masih memiliki semangat juang, untuk tidak turut serta dalam menjalankan amanat bangsa Indonesia. Terutama mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlalu sombong untuk kita tidak mengajarkan ilmu yang kita miliki agar bisa bermanfaat untuk orang lain. Terlalu picik jikalau kita hanya memikirkan berapa upah yang kita dapatkan setelah kita memberikan pengajaran (ilmu).

Bukan, bukan hal itu yang diajarkan bapak-bapak pendiri bangsa (founding fathers) kita di masa yang lampau. Bukankah dr. Sutomo dkk yang mendirikan organisasi Budi utomo pada 20 Mei 1908, memiliki cita-cita mulia untuk menyadarkan pribumi dari ketertindasan. Penjajahan akibat politik etis yang diterapkan Pemerintah Belanda pada waktu itu. Semakin membawa kondisi rakyat pribumi bodoh, miskin, terbelakang dan tertindas.

Kemudian menapak tilasi perjuangan ulama-ulama yang mendirikan perguruan-perguruan Islam sebagai bentuk perlawanan terhadap perbudakan. Perjuangan Ki Hadjar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa sebagai sekolah formal pribumi pertama di Nusantara. Sehingga akhirnya, mampu mempersatukan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945. Lalu, apalagi alasan kita untuk tidak ikut serta membangun pendidikan bangsa yang memiliki sejarah besar ini. “Karena setiap orang adalah guru, guru dimasa kebangunan” itulah pesan yang disampaikan Presiden Soekarno dalam membangun karakter bangsa (national character building).

Kondisi yang terjadi
Birokrasi pemerintah (Negara) baik melalui kementerian atau dinas-dinas yang terkait akan masalah ini, seharusnya bukan menjadi penghalang untuk kita bisa menjalankan amanat rakyat, terutama mencerdaskan kehidupan bangsa. Aturan yang berbelit-belit, cenderung memperlemah pergerakan pendidikan kepada rakyat. Manipulasi data merupakan agenda rutin para perangkat-perangkat negara yang terkesan ‘tidak mau rugi’ dengan anggaran yang digelontorkan untuk pendidikan sebesar 20%. 
Setidaknya ada 116 warga dari 5 RT di Desa Tanjungan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang yang masih “menderita” buta aksara. Meskipun data dari dinas terkait menyatakan bahwa jumlah “penderita” buta aksara di daerah ini sudah tuntas atau bebas. Ketika saya bersama kawan-kawan yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (GEMA) Kebangsaan yang terdiri dari sebelas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Banten melakukan survey lapangan, ternyata data yang diperoleh sangat mengejutkan. Berbeda jauh dengan data dari pemerintah -dalam hal ini- dinas terkait. (Kabar Banten, Kamis (16/2))

Lalu, apa sebenarnya tugas dari pemerintah? Apakah mereka hanya bertugas mendata masyarakat yang memerlukan bantuan pendidikan, kemudian digeneralisir dan diklaim sudah berhasil? Ini yang harus dicermati oleh kaum-kaum terdidik yang terlalu nyaman dengan fasilitas yang mencukupi di daerahnya. Sementara daerah-daerah terpencil, hanya dianggap sebagai masyarakat “pelengkap” sehingga tidak pernah menjadi prioritas pembangunan SDM.

Kearifan Lokal (Local Wisdom) dari suatu daerah, justru terjaga dalam kelompok masyarakat terkecil di dalam lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW). Bagaimana melihat budaya gotong royong sebagai jatidiri bangsa, azas kekeluargaan yang menjadi warisan leluhurnya, selalu dijaga sampai saat ini oleh masyarakat terpencil, sangat berbeda dengan individualisme yang semakin menerpa, akibat dampak pengaruh modernisasi yang tidak berdasarkan pada jatidiri bangsanya.
Sebagai contoh, lihat bagaimana Suku Baduy di pedalaman Lebak yang menjadi laboratorium budaya di Banten, Indonesia bahkan dunia. Mereka yang tidak mau diterpa modernisasi dengan masuknya budaya-budaya asing yang belum tentu cocok dengan budaya asli mereka, sebisa mungkin diminimalisir guna terciptanya keseimbangan antara manusia dan alam yang berjalan beriringan. Akan tetapi apa yang dilakukan pemerintah dengan menjadikan Suku Baduy sebagai kawasan wisata budaya? Jika kita cermati ketika suatu budaya disandingkan dengan kata wisata, sederhananya budaya tersebut menjadi objek perekonomian yang mendongkrak pajak dari wisatawan yang datang. Seperti Kementerian budaya dan pariwisata (Kemenbudpar), yang dalam reshuffle kabinet tahun kemarin dirubah menjadi Kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif (KemenPEK). Sedangkan budaya, dikembalikan sesuai “kodrat”nya yaitu dengan mengembalikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dimana pendidikan merupakan proses pembentukan pola pikir (budaya) bangsa. 

Fenomena korupsi yang saat ini menjadi perbincangan di tataran elite, sebenarnya tidak terlalu berpengaruh untuk rakyat yang selalu menjadi tameng elit dengan jargon berjuang demi rakyat. Bagaimana tidak, terbukti atau tidak elit-elit itu melakukan korupsi, rakyat hanya menjadi penonton para elit yang saling cerca, egois (mementingkan diri sendiri) dan serakah. Lalu, kalau memang elit-elit itu terbukti korupsi dan mengembalikan uang miliaran hingga triliunan rupiah kepada Negara, apakah rakyat bisa lebih baik lagi nasibnnya? Itu yang harus kita cermati, apabila kita masih memiliki komitmen untuk terangkatnya harkat dan martabat hidup rakyat yang ekuivalen dengan tegaknya kedaulatan rakyat di bangsa ini.

Meningkatnya jumlah sarjana, magister, doktor hingga professor tidak terlalu berdampak signifikan terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di tataran nasional maupun daerah, terlebih di wilayah terpencil. Pembangunan SDM berkarakter yang selalu dikampanyekan, hanyalah menjadi jargon kosong, terbukti orang-orang yang memiliki titel pendidikan tinggi tidak bisa menjadi teladan untuk masyarakat. Mungkin, warisan penjajahan Belanda yang kurang lebih 350 tahun menjajah Tanah Air menjadi karakter yang sulit dihilangkan. Orang-orang yang subjektif, selalu berburuk sangka dan saling melecehkan satu sama lain, menjadi cerminan orang-orang terdidik di republik ini.

Peran Mahasiswa
Peran mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control hanya menjadi jargon kosong belaka, apabila hanya diisi teriakan dalam menyikapi fenomena yang terjadi di tataran elit. Tugas civitas akademika yang termaktub dalam Tridharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, penelitian dan pengabdian pada Masyarakat, seharusnya menjadi landasan terbangunnya program dan kegiatan yang dilakukan mahasiswa.
Terbukti ketika mahasiswa hanya bergerak dalam tataran politik, dengan melakukan demonstrasi kepada pejabat atau elit yang dianggap tidak pro rakyat. Menggalang mahasiswa hanya untuk menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi yang seolah-olah peduli terhadap nasib rakyat, tidak jarang melakukan aksi sporadis hingga anarkis sebagai bentuk soliditas mereka kepada rakyat, meskipun akhirnya terjadi perpecahan dalam komunitas yang dibangunnya sendiri, akibat kepentingan masing-masing kelompok.

Padahal ada banyak yang dapat dilakukan mahasiswa, tidak hanya peduli kepada pejabat dan elit yang sering di demo. Implementasi Tridharma Perguruan Tinggi sebagai suatu sistem proses, sebenarnya dapat menghasilkan suatu karya yang bermanfaat untuk masyarakat. Dengan ilmu yang dimiliki, pemahaman yang mumpuni, dan kepedulian untuk mengabdi merupakan jawaban atas kebingungan mahasiswa membangun masyarakat. Karena rakyat tidak butuh demonstrasi, membakar ban bekas, merusak pagar kantor pemerintah atau pun menyandera kendaraan dinas ber-plat merah. Meskipun tidak bisa sepenuhnya disalahkan di dalam sistem yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.

Apa yang harus dilakukan?
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini, seharusnya membuka mata hati dan nurani kita sebagai anak bangsa. Segenap lapisan masyarakat mulai dari pejabat, elit, stakeholder, mahasiswa, hingga dosen, semestinya dapat memformulasikan jawaban atas semua permasalahan yang terjadi. Gotong royong dari seluruh lapisan masyarakat, bersikap objektif, tidak berburuk sangka dan tidak melecehkan merupakan suatu bentuk keinginan yang baik (good will) diantara mereka untuk dapat bermusyawarah –diluar birokrasi yang berbelit- secara kekeluargaan.
Pemerintah dan pemangku kebijakan seharusnya dapat bekerjasama dengan masyarakat, tanpa alur birokrasi berbelit yang saat ini masih menjadi penghambat terjalinnya tali silaturahmi antara rakyat dan pejabat. Apakah se-eksklusif itu sehingga pemimpin-pemimpin rakyat yang seharusnya berdiri setengah langkah didepan rakyat, menjadi tidak terjangkau oleh rakyat yang merindukan sosok pemimpin yang peduli terhadap nasib rakyatnya. An sich, hanya ketua RT dan RW yang benar-benar mengenal dan memahami kebutuhan rakyatnya. 

Rakyat tidak butuh banyak janji, tidak perlu kata-kata manis yang seolah-olah menjamin kehidupannya di negeri Gemah Ripah loh Jinawi ini. Rakyat hanya butuh penggerak untuk turut serta membangun kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai amanat konstitusi. Dan disinilah peran pemimpin menjadi ruh kebangkitan dan semangat rakyat yang selalu dibodohkan dengan sistem yang tidak berlandaskan jatidiri bangsanya. Sudah saatnya para pemimpin rakyat dapat memberikan teladan, menjadi penggerak dan pendorong bangkitnya gotong royong sebagai jatidiri bangsa. Sehingga dapat terjalin silaturahmi antara pemimpin dan rakyatnya, saling mengerti dan memahami apa yang harusnya dilakukan, tidak hanya mementingkan kelompoknya sendiri. Persaudaraan kita tidak hanya berdasarkan ikatan darah, akan tetapi berdasarkan komitmen dan cita-cita membangun bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. 

Rakyat hanya butuh perhatian pemimpin-pemimpin yang menjalankan amanat, menjadi teladan, menggerakkan dan mendorong rakyatnya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud.

KABAR BANTEN, Senin 27 Februari 2012

FAISAL TOMI SAPUTRA
Koordinator Gerakan Mahasiswa (GEMA) Kebangsaan, Banten

Kamis, 09 Februari 2012

GEMA Kebangsaan Gelar PBA di Cikeusik



PANDEGLANG – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kebangsaan (GEMA Kebangsaan) mengadakan program pembinaan rakyat teritorial (Propemrata) di Desa Tanjungan Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten.


Anggota GEMA Kebangsaan sedang memberikan materi PBA di Kp. Tanjungan Desa Tanjungan, 
Kec. Cikeusik  Kab,. Pandeglang (15/11).
Program yang diinisiasi oleh mahasiswa-mahasiswa dari sebelas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Banten ini fokus dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Diantaranya yaitu, mengadakan program pemberantasan buta aksara, penanaman, pemahaman dan pelaksanaan Pancasila serta membangun masyarakat mandiri pangan dan energi.


Menurut koordinator GEMA Kebangsaan Faisal Tomi Saputra, kegiatan ini sudah berlangsung selama tiga bulan di lima kampung di desa tanjungan, kecamatan Cikeusik, Pandeglang. “Kegiatan ini sudah berjalan kurang lebih selama tiga bulan terhitung dari November 2011,” katanya.

Tingkat buta aksara masyarakat desa ini tergolong masih tinggi. Dari lima Kampung yang disurvei, terdapat 116 orang yang belum bisa baca, tulis dan hitung (calistung) dari total 28 kampung yang ada. “Kegiatan ini juga sebagai bentuk kepedulian kita kepada masyarakat. Karena ternyata tingkat buta aksara masyarakat di desa ini masih sangat tinggi,” jelasnya.  “Meskipun tidak ada bantuan dari Pemerintah, kami berkomitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat konstitusi,” tambahnya.

Sementara itu Sukatma, Ketua RT 01/06 Kampung Cikasungka Desa Tanjungan, menyambut baik program yang dilakukan oleh GEMA Kebangsaan. “Kami sangat berterimakasih atas niat baik teman-teman mahasiswa untuk mengajar di kampung kami,” tuturnya.

Romli, anggota GEMA Kebangsaan yang juga Presiden Mahaiswa STIE Bina Bangsa Banten juga sangat antusias dengan program ini. “Ditengah politisasi mahasiswa yang hanya bisa demo, kita berpikir untuk dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat dengan mengadakan Program Pemberantasan Buta Aksara sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat,” ucapnya.

GEMA Kebangsaan terdiri dari sebelas BEM di Banten, diantaranya BEM FISIP Untirta, BEM FE Untirta, STIE Bina Bangsa, STIA Maulana Yusuf, STTIKOM Insan Unggul, BEM Ushada IAIN Banten, STKIP Banten, BEM Unma, BEM Unsera, BEM Unbaja, dan STIE Dwi Mulya, Serang. (TM)

Jumat, 03 Februari 2012

SekBer PROPEMRATA

Program Pembinaan Rakyat Teritorial, GEMA Kebangsaan di Desa Tanjungan Kec. Cikeusik, Pandeglang - Banten

Kamis, 02 Februari 2012

Logo GEMA Kebangsaan


Selasa, 24 Januari 2012

Survey SDN Tanjungan

 Anggota GEMA Kebangsaan saat Survey di SDN Tanjungan V, Kec. Cikeusik - Pandeglang

Rapat Konsolidasi

Rapat Konsolidasi GEMA Kebangsaan, di Gedung PKM Untirta, Serang

Senin, 23 Januari 2012

Posko GEMA Kebangsaan

Mahasiswa BEM Banten di Posko GEMA Kebangsaan, Desa Tanjungan, Kec. Cikeusik - Pandeglang

Jumat, 20 Januari 2012

Data Jumlah Warga Belajar


DAFTAR PESERTA YANG BARU DI TANGANI DALAM
PROGRAM PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
DESA TANJUNGAN KECAMATAN CIKEUSIK, PANDEGLANG – BANTEN
NO
NAMA
USIA
ALAMAT
1
SUMIATI
40
Kp. Cikasungka RT 01/06
2
NUNUNG
40
Kp. Cikasungka RT 01/06
3
TITI
29
Kp. Cikasungka RT 01/06
4
ISA
23
Kp. Cikasungka RT 01/06
5
WIWIN
20
Kp. Cikasungka RT 01/06
6
ANI
11
Kp. Cikasungka RT 01/06
7
RATNA
11
Kp. Cikasungka RT 01/06
8
JARWI
24
Kp. Cikasungka RT 01/06
9
RITA
16
Kp. Cikasungka RT 01/06
10
TATI
32
Kp. Cikasungka RT 01/06
11
ENDANG
35
Kp. Cikasungka RT 01/06
12
ROSIDA
42
Kp. Cikasungka RT 01/06
13
DESIH
33
Kp. Cikasungka RT 01/06
14
DESI
31
Kp. Cikasungka RT 01/06
15
TINI
28
Kp. Cikasungka RT 01/06
16
NURMI
22
Kp. Cikasungka RT 01/06
17
IKA
19
Kp. Cikasungka RT 01/06
18
LILIS
11
Kp. Cikasungka RT 01/06
19
NURYATI
11
Kp. Cikasungka RT 01/06
20
IJAH
45
Kp. Cikasungka RT 01/06
21
SANI
40
Kp. Cikasungka RT 01/06
22
ADAH
20
Kp. Cikasungka RT 01/06
23
ROHMAH
26
Kp. Cikasungka RT 01/06
24
EEM
45
Kp. Kertasari I   RT 02/06
25
ONAH
50
Kp. Kertasari I   RT 02/06
26
MURSANAH
48
Kp. Kertasari I   RT 02/06
27
ANI
40
Kp. Kertasari I   RT 02/06
28
USMI
55
Kp. Kertasari I   RT 02/06
29
ENJUM
48
Kp. Kertasari I   RT 02/06
30
MIRNAH
42
Kp. Kertasari I   RT 02/06
31
DARMI
50
Kp. Kertasari I   RT 02/06
32
MIRSAH
53
Kp. Kertasari I   RT 02/06
33
SAWAL
45
Kp. Tanjungan  RT 01/05
34
SAMANAN
50
Kp. Tanjungan  RT 01/05
35
SADAH
50
Kp. Tanjungan  RT 01/05
36
SUMIATI
40
Kp. Tanjungan  RT 01/05
37
SANAH
50
Kp. Tanjungan  RT 01/05
38
SAMAN
45
Kp. Tanjungan  RT 01/05
Jumlah prosentase warga belajar yang sedang kami tangani jika di rata-rata berdasarkan usia :
 Warga belajar usia 35 tahun ke bawah berjumlah 47,37% 
 Warga belajar usia 36 tahun ke atas berjumlah 52,63%


DAFTAR PESERTA SEMENTARA PROGRAM PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
DESA TANJUNGAN KECAMATAN CIKEUSIK, PANDEGLANG – BANTEN

NO
NAMA
USIA
ALAMAT
1
SALIM
80 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
2
NAIM
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
3
USMAN
60 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
4
NAMAN
40 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
5
PALAN
50 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
6
RAKADI
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
7
KASIM
55 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
8
TARBIN
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
9
CASKUM
47 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
10
AMIN
50 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
11
DAKIM
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
12
RANAH
60 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
13
KALIM
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
14
MUSJANAH
53 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
15
WADI
50 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
16
SUTA
60 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
17
ONAH
70 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
18
ACIM
80 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
19
WARTIM
70 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
20
EMED
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
21
NURJEN
58 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
22
NURDIN
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
23
ENTAS
50 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
24
TUSRAP
40 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
25
SUKMINAH
65 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
26
SARNI
67 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
27
RANAH
67 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
28
USMI
70 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
29
EMPI
67 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
30
ENDEH
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
31
SUKMINAH
80 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
32
ENJUM
56 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
33
ROB
48 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
34
ISIH
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
35
DAYI
60 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
36
MURSANAH
52 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
37
NENGSIH
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
38
EEN
55 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
39
TITIH
47 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
40
NURMANAH
32 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
41
JANI
31 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
42
SARNAH
40 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
43
AMI
42 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
44
IJAH
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
45
EROH
37 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
46
NURHIMAH
38 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
47
ENJU
59 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
48
NERI
52 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
49
MINAH
43 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
50
ROS
52 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
51
DARMI
47 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
52
MIRSAH
45 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
53
SUHETI
43 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
54
ANI
60 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
55
SARDA
80 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
56
SARACI
75 TAHUN
KP. KERTASARI RT 02/06
57
SAMANAH
55 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
58
HADI
30 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
59
JUMI
50 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
60
DARTI
60 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
61
IYAH
54 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
62
DAYUT
20 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
63
SARMITI
65 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
64
SARNAH
60 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
65
ARWI
65 TAHUN
KP. TANJUNGAN RT 01/05
66
JUMI
60 TAHUN
KP. MANTIUNG RT 03/05
67
TARSA
45 TAHUN
KP. MANTIUNG RT 03/05
68
ITI
50 TAHUN
KP. MANTIUNG RT 03/05
69
NAKIRA
54 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
70
SANIDA
65 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
71
RUBIAH
55 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
72
ICIH
50 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
73
SANIMAH
35 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
74
KAMAD
50 TAHUN
KP. KERTASARI I RT 03/06
75
SARDI
50 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
76
SARKINA
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
77
JASKA
50 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
78
SARYEM
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
79
DURYAH
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
80
KARNASIH
16 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
81
ONI
30 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
82
DARPEN
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
83
SUMINI
50 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
84
SARPI
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
85
ITI
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
86
DESI
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
87
SUPI’AH
35 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
88
WARMIN
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
89
RAKMA
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
90
BALOK
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
91
ISNEN
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
92
DARWI
50 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
93
SADIK
30 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
94
MIMI
40 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
95
JAKAR
45 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06
96
OMAH
28 TAHUN
KP. CIKASUNGKA RT 01/06

Dengan demikian jika kita simpulkan prosentase rata-rata berdasarkan usia, maka dapat kita peroleh 
Usia warga belajar dari usia 16 tahun sampai dengan usia 35 tahun berjumlah 10,42 %
Usia warga belajar dari usia 36 tahun sampai dengan usia 65 tahun berjumlah 78,12%
Usia warga belajar di atas 67 tahun berjumlah 11,46%.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons